PT MMS Bakal Gugat Balik 27 Pekerja dan Pengacaranya

Sengketa KetenagakerjaanPalapa News- PT Mulya Mandiri Sontosa (MMS) bakal menggugat balik 27 pekerja yang dipekerjakan sub kontraktor PT Geo Link Nusantara ini dalam proyek sumur pengeboran eksplorasi region Jawa II melalui surat kontrak No GLN-MMS/LOA/096/VIII/2008. Pasalnya, PT MMS sudah memberikan hak seluruh pekerja sesuai dengan kontrak kerja.

Direktur PT Mulya Mandiri Sontosa (MMS), H Sonny Sontosa mengatakan tindakan tersebut dilakukan lantaran 27 pekerja tersebut melalui pengacara Ardin Sitorus, SH dan kawan-kawan menuntut uang pesangon sebesar Rp 2,2 miliar. Ke-27 pekerja tersebut, kata dia, menuntut uang pesangon lantaran terjadi pemutusan hubungan kerja sepihak.

“Padahal mereka sudah bekerja sesuai dengan kontrak kerja dan seluruh hak-hak mereka sudah dibayarkan. Gaji mereka sudah dibayar sesuai dengan masa waktu mereka bekerja,” tegasnya.

Pada 5 Agustus 2008, Sonny mengaku pihak perwakilan pekerja dengan PT MMS setuju dan sepakat membuat kontrak kerja per termin. Ke-27 pekerja dan seluruh pekerja lain dikontrak dalam tiga termin kerjasama. Untuk kontrak pertama dengan masa waktu dua tahun, dari 1 Agustus 2008 sampai 1 Agustus 2010 dengan perjanjian kontrak No 035/MMS/PKPP/JKT/VIII/2008. Pada 5 Agustus, lanjut dia, dibuat berita acara yang sudah disetujui dan ditandangani perwakilan pekerja tentang batas waktu kontrak kerjasama.
Setelah masa waktu kontrak habis per 1 Agustus 2010, ujarnya, dibuatlah surat perpanjangan kontrak dengan No 097/MMS/PKPP/JKT/VIII/2010.

Dalam kontrak yang disetujui dan ditandangani perwakilan pekerja itu, disebutkan tentang perpanjangan kontrak selama satu tahun, dari 1 Agustus 2010 sampai 1 Agustus 2011.

Karena pengeboran belum rampung hingga masa kontrak kerja berakhir pada 1 Agustus 2011, Sonny mengaku dilakukan pembaharuan perjanjian kerja per proyek dengan No 0103/MMS/PKPP/JKT/2011 dengan jangka waktu kerja 9 bulan, terhitung dari 1 September 2011 sampai 14 Mei 2012.

“Sebelum pelaksanaan termin kerjasama ketiga, ada jeda waktu 30 hari. Pada waktu jeda 30 hari dari 2 Agustus 2011 sampai 31 Agustus 2011 itu, gaji pekerja tetap berjalan dan kami bayarkan. Setiap ada pembaharuan kontrak, kami juga memberikan informasi kepada perwakilan pekerja,” jelasnya.

Ia menambahkan, pekerja tersebut menandatangani perjanjian kontrak kerja waktu tertentu (PKWT). Artinya, para pekerja bekerja sesuai dengan perjanjian kontrak kerja yang sudah ditandatangani.

“Pada 14 Mei 2012, kami juga melakukan pertemuan untuk membahas berakhirnya kontrak. Hari itu juga, kami mengadakan acara perpisahan. Yang pasti, seluruh kewajiban kami sudah diberikan kepada pekerja dan kami tidak pernah menzolimi hak-hak pekerja. Pada intinya permasalahan ini harus dituntaskan sebenar-benarnya,” tandasnya.

Kuasa hukum PT MMS, Tommy Sontosa,SH menambahkan pihaknya berencana bakal menggugat 27 pekerja dan tim pengacara lantaran diduga ada pemalsuan beberapa tandatangan penolakan penyelesaian kontrak pada 14 Mei 2012. “Bila pekerja itu tidak benar menandatangani, kami akan melaporkan kepada pihak berwajib,” tegasnya.

Sementara dalam kasus ketenagakerjaan ini, mediator Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Jawa Barat, Binton Silalahi, dalam surat hasil mediasi antara ke-27 pekerja dengan PT MMS menyebutkan bahwa perselisihan tersebut telah selesai. Soalnya, PT MMS dalam melaksanakan hubungan kontrak kerja dalam perjanjian kerja tersebut, sudah memenuhi persyaratan ketentuan Pasal 56, 59, dan 66 Undang-undang (UU) No 13/2013.

Selain itu, dalam surat hasil mediasi itu menyebutkan bahwa pada 14 Mei 2012, para pekerja sudah menerima dan sepakat terkait pemutusan hubungan kerja tersebut. Sehingga, hak dan kewajiban sudah berakhir antara kedua belah pihak.

Terkait tuntutan yang dilakukan ke-27 pekerja melalui pengacara Ardin, pengamat ketenagakerjaan Gordon S mengaku bahwa pengacara Ardin tidak sepenuhnya faham tentang UU Ketenagakerjaan. Hal ini dilihat dari isi surat menyurat yang jauh dari konteksnya dan salah sasaran ke PT MMS.

“Pihak Pemprov Jawa Barat terutama Disnaker setempat harus membuat laporan ke pihak yang berwenang dengan tuduhan-tuduhan yang dibuat secara tertulis, agar hukum dapat ditegakkan,” kata mantan pengurus bidang hukum DPD Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) DKI Jakarta ini.(fit)

Komentar Anda

comments