Palapanews.com- Pada akhir bulan Juli lalu, saya membaca berita online Lensa Banten yang memberitakan tentang Acara Serah Terima Kepala BPPD dari Maryono Hasan (MH) kepada Ubaidillah Anshar, sekaligus pernyataan resmi dari Kepala BKPSDM Kota Tangerang bahwa MH sudah berstatus Cuti Di Luar Tanggung Jawab Negara (CTLN). Di akhir berita terdapat pernyataan PJ Walikota Tangerang yang menyatakan bahwa āBerdasarkan surat dari BKN, jika ada apartur Sipil Negara (ASN) yang ingin maju dalam kontestasi pemilihan kepala daerah, harus mengajukan CTLN. Setelah Penetapan Pasangan Calon baru mengajukan pengunduran diriā.
Terkait persyaratan CTLN bagi ASN yang hendak maju Pilkada, sebenarnya tertuang dalam Surat Komite Aparatur Sipil Negara (KASN) nomor 6 tahun 2023 pada Nomor 2 huruf a dinyatakan āASN yang akan melakukan pendekatan ke partai politik (parpol) dan masyarakat terkait pencalonan dirinya sebagai peserta pemilu dan pemilihan tahun 2024, agar mengajukan Cuti Di luar Tanggung Jawab Negara (CTLN)ā¦ā
Jadi orientasi CTLN itu dalam rangka PDKT ke Parpol dan ke masyarakat sebelum pendaftaran / penetapan calon. Nampaknya, KASN tidak menghitung atau memang tidak bermaksud bahwa PDKT ke Parpol sebelum masa pendaftaran itu sampai dengan menjadi Anggota Parpol dan menerima Kartu Tanda Anggota (KTA) Parpol. Karena jika sampai menjadi anggota parpol dan menerima KTA, ada sanksi berat yang akan mengancam ASN tersebut, yaitu : Diberhentikan Tidak Dengan Hormat. Kita Tahu UU ASN Nomor 20 Tahun 2023 Pasal 52 ayat (3) huruf j Jo Pasal 52 ayat (4), menyatakan ASN yang menjadi anggota atau pengurus partai politik āDiberhentikan Tidak Dengan Hormatā.
Menurut saya, CTLN itu tidak sama dengan berhenti dari ASN. ASN yang mengambil CTLN statusnya ya tetap ASN. Artinya dia masih terikat dengan seluruh peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang ASN, mulai dari UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN, PP Nomor 9 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, SKB Tentang Netralitras ASN, dan peraturan teknis lainnya. Jadi pelanggaran terhadap peraturan perundangan di atas, akan berakibat pada datangnya ancaman sanksi administratif ringan sampai dengan berat, bahkan mungkin sampai sanksi pidana sebagaimana diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 terkait Pidana Pemilu.
Selanjutnya terkait pernyataan PJ Walikota Tangerang di Media Online tersebut yang berbunyi āSetelah penetapan pasangan calon baru mengajukan pengunduran diriā. Saya pikir ini pemahaman yang keliru. Mungkin Pak Penjabat hanya membaca Pasal 14 ayat (2) huruf r Peraturan KPU (PKPU) Nomor 8 Tahun 2024 tentang Pencalonan. Beliau tidak sampai membaca Pasal 26 ayat (1) dan ayat (2) PKPU tersebut.
Di PKPU Nomor 8 Tahun 2024 Tentang Pencalonan, Pasal 14 ayat (2) dinyatakan bahwa setiap calon harus memenuhi persyaratan di antaranya sebagaimana tertulis pada huruf r yang berbunyi “menyatakan secara tertulis pengunduran diri sebagai anggota Tentara Nasional Indonesia…Aparatur Sipil Negara…sejak ditetapkan sebagai Pasangan Calon Peserta Pemilihan”. Berikutnya di Pasal 26 ayat (1) dinyatakan āCalon yang berstatus sebagai ASN sebagaimana dimaksud Pasal 14 ayat (2) huruf r harus menyerahkan :
a. Bukti Tertulis Laporan Pencalonannya kepada Pejabat pembina Kepegawaian (PPK) yang diserahkan pada saat pendaftaran pasangan calon.
b. Surat Pernyataan pengunduran diri sebagai ASN yang tidak dapat ditarik kembali, dan
c. Keputusan Pemberhentian atas pengunduran diri yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang
Berikutnya Pasal 26 ayat (2) berbunyi ā Dalam hal keputusan pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c belum diterbitkan pada saat penetapan Calon, calon menyerahkan :
a. Tanda Terima Dari Pejabat yang Berwenang atas penyerahan surat pernyataan pengunduran diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dan
b. Surat Keterangan bahwa pernyataan pengunduran diri sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b sedang diproses oleh pejabat yang berwenang.
Dengan membaca pasal 26 jelaslah, bahwa pernyataan secara tertulis pengunduran diri sebagai ASN yang disampaikan pada saat penetapan Calon, harus disertai atau dilampiri dengan SK Pemberhentian dari ASN yang diterbitkan oleh Pejabat Yang Berwenang, atau kalau itu belum ada / belum terbit, harus menyampaikan bukti tanda terima surat pengunduran diri yang ditandatangani Pejabat yang Berwenang, dan juga harus menyampaikan surat pernyataan bahwa pengunduran dirinya sebagai ASN sedang dalam proses, yang juga harus ditandatangani oleh pejabat yang berwenang.
Dengan demikian itu berarti pernyataan pengunduran diri oleh ASN yang mengikuti Pilkada harus dilakukan sebelum proses Penetapan Calon. Kalau baru dilakukan pada saat penetapan, dia tidak mungkin dapat melampirkan persyaratan SK Pemberhentian atau Surat Tanda Terima Permohonan Pemberhentian dan Surat Pernyataan bahwa pengunduran dirinya sedang diproses. Bisa jadi, kalau hanya menyampaikan surat pernyataan pengunduran diri saja tanpa dilampiri dengan dokumen lain yang dipersyaratkan di atas, ASN tersebut tidak dapat ditetapkan sebagai Calon karena tidak memenuhi persyaratan.
Karenanya menurut saya, kalau harus menyampaikan pernyataan mengundurkan diri dari ASN nya sebelum Penetapan Calon, maka tidak ada bedanya jika dilakukan sekarang dengan dilakukan sehari sebelum penetapan pencalonan. Bedanya, jika penyampaian pengunduran dirinya dilakukan di waktu yang mendekati waktu penetapan calon, resiko terjerat ancaman sanksi administratif dan pidananya menjadi terbuka lebar.
Untuk lebih memudahkan pemahaman tentang prosesi pemberhentian ASN yang maju pada Pilkada, ada baiknya kita belajar pada langkah cerdas yang dilakukan oleh Rudi Maesyal Rasyid, Sekretaris Daerah Kabupaten Tangerang. Maesyal Rasyid, memutuskan untuk mundur dari jabatannya sebagai Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Tangerang sekaligus mengajukan berhenti (Pensiun Dini) sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) pada tanggal 8 Juli 2024, jauh-jauh hari sebelum waktu penetapan, bahkan jauh sebelum pendaftaran calon.
Langkah yang diambil Maesyal tersebut, karena dia mungkin telah menghitung secara cermat perihal :
1. Sudah fix tentang partai politik (parpol) yang akan mengusungnya menjadi Bakal Calon Bupati Tangerang
2. Kans memenangkan kontestasi pada Pilkada cukup besar
3. Proses aktivitas politik praktis yang akan dijalananinya, khususnya untuk mendapat dukungan parpol, mungkin akan sampai membuat dia harus menjadi anggota parpol dan memiliki Kartu Tanda Anggota (KTA) Parpol tersebut. Dan, Maesyal tentu paham, bahwa menjadi anggota parpol dilarang oleh UU ASN dengan sanksi āDiberhentikan Tidak Dengan Hormatā. Oleh karenanya, jika aturan mempersyaratkan proses pengajuan pemberhentian dari ASN itu harus dilakukan sebelum Penetapan Calon, mengapa harus menunda proses pemberhentian dan menempuh resiko menerima sanksi diberhentikan tidak dengan hormat dan tidak bisa menerima pensiun. Lebih baik sebelum melakukan aktivitas politik praktis Dia mengajukan pemberhentian dari ASN dengan mekanisme Permohonan Pensiun Dini.
Dengan dasar perhitungan tersebut, Maesyal berketetapan hati untuk berhenti sebagai Sekda, dan berhenti pula sebagai ASN, melepaskan segala kenikmatan fasilitas jabatannya sebagai Sekretaris Daerah Kabupaten Tangerang.
Dan berdasar berita online DetikNews, tanggal 4 Agustus 2024, telah dilaksanakan Deklarasi Dukungan Perpol pada pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur serta Bupati / Walikota se Provinsi Banten. Pada kesempatan itu, Ahmad Muzani, Sekretaris Jenderal Partai Gerindra diberitakan telah āMenyematkan Jaket Gerindra dan Menyerahkan KTA Partai Gerindra kepada Rudi Maesyal Rasyid, yang merupakan Bakal Calon Bupati Kabupaten Tangerang. Jadi pada waktu yang masih jauh dari waktu pendaftaran calon apalagi penetapan calon, Rudi Maesyal Rasyid sudah resmi menjadi anggota Parpol Gerindra.
Nah, kalau saja Maesyal Rasyid belum berhenti sebagai ASN, maka penyematan jaket dan penyerahan KTA itu akan menjadi alat bukti yang kuat untuk melaporkan Maesyal Rasyid ke BKN dan KASN yang akan berujung pada diterimanya sanksi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat sebagai ASN. Selain ke BKN dan KASN, laporan juga mungkin akan disampaikan ke Bawaslu dan akan menyebabkan Maesyal Rasyid juga menerima sanksi pidana, berdasar UU Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu.
Hidup adalah pilihan. Begitu kira-kira hal yang bisa kita petik dari langkah yang diambil Maesyal Rasyid. Anda tidak bisa menginginkan kenikmatan hidup yang lain, tetapi juga masih takut untuk melepaskan kenikmatan hidup yang anda miliki saat ini. Jika memang sudah yakin bisa maju dan menang, kenapa takut berhenti dari ASN ? Kalau tidak yakin bisa maju dan menang, ya jangan ikut kontestasi politik. Pilihan itu memang berat. Memanage hasrat itu memang tidak mudah. Tetapi Undang-undang mengaturnya seperti itu, agar tidak begitu mudahnya orang melakukan upaya ācoba-cobaā dalam berkontestasi di ajang Pilkada.
Wawan Kuswanto
Pengamat Dinamika Politik Banten