KPG Luncurkan Buku Indonesia Memilih Presiden dan Catatan Bawah Tanah karya M. Fadjroel Rachman

Palapanews.com – Penerbit Kepustakaan Populer Gramedia (KPG) dan Total Politik meluncurkan dua buku yakni: Buku Indonesia Memilih Presiden dan Catatan Bawah Tanah (kumpulan sajak). Selain peluncuran buku ini, juga digelar acara diskusi.

Buku Indonesia Memilih Presiden (disertasi doktoral di Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Indonesia) karya M. Fadjroel Rachman, dan Buku Catatan Bawah Tanah (kumpulan sajak). Kedua buku dilaunching pada Jumat, 19 Jahuari 2024 di Jakarta.

Dalam Indonesia Memilih Presiden, Fadjroel tidak hanya berhasil mengklasifikasikan empat kelas sosial utama di Indonesia. Ia juga memaparkan faktor kepemilikan kapital yang turut memengaruhi serta membentuk habitus masing-masing kelas. Perbedaan signifikan tiap-tiap kelas sosial memberikan wawasan mendalam dalam proses demokratisasi Indonesia yang terus berkembang.

Dengan memadukan pendekatan komunikasi politik dan teori kelas sosial Pierre Bourdieu, buku ini menganalisis perilaku pemilih di tiap-tiap kelas sosial dalam hal pemrosesan informasi untuk memproduksi opini politik dan menentukan pilihan politik.

Bagaimana Fadjroel melihat kelas menengah profesional yang berpendidikan tinggi, memiliki jumlah dan komposisi kapital yang cukup besar, dan habitus untuk mengakumulasi kapital secara kompetitif dan fair, dapat mengubah kuasa ortodoksi menjadi heterodoksi? Lebih jauh lagi, apakah studi yang dilakukan pada 2018-2019 tersebut masih relevan untuk memahami demokrasi hari ini?

Adapun Catatan Bawah Tanah adalah kumpulan sajaknya ketika ia ditahan di empat penjara oleh rezim Orde Baru. Buku puisi ini sebelumnya pernah diterbitkan oleh Yayasan Obor Indonesia pada 1993. Untuk edisi kali ini ada dua puisi baru yang luput dari penerbitan yang pertama. Beberapa bulan setelah penerbitan pertama, buku ini diulas oleh Goenawan Mohamad dalam “Catatan Pinggir” di majalah Tempo (“Bui”, 20 November 1993).

“Kenapa justru menulis puisi?” Goenawan Mohamad menulis “Sutan Sjahrir, dari pulau buangan, melahirkan catatan-catatan permenungan tidak dalam sajak. Tan Malaka menuliskan teori perjuangan. Pramoedya Ananta Toer antara lain novel-novel tebal. M. Fadjroel Rahman mungkin memilih puisi karena puisi lebih cocok untuk dirinya, dan bisa seperti secarik kertas yang mudah disembunyikan.”

Goenawan menyoroti sajak-sajak dalam Catatan Bawah Tanah yang disusun melalui kata-kata abstrak dan ditulis dengan huruf kapital cukup menonjol. Bagi Goenawan, hal itu merupakan dunia konkret yang dialami penulisnya telah tenggelam dalam kegelisahan untuk bertindak.

“Puisi dari penjara ini sekaligus juga puisi aktivis: grafiti kemarahan di tembok sel, gema kegeraman sendiri di ruang tertutup, pernyataan hasil renungan yang tidak ingin bimbang,” tulis Goenawan. Lantas bagaimana puisi-puisi dalam Catatan Bawah Tanah dilihat melalui konteks hari ini?

Dua buku ini diulas oleh Fachry Ali dan Dhianita Kusuma Pertiwi. Fachry Ali adalah intelektual publik yang puluhan tahun telah berkutat dengan isu sosial dan demokrasi. Tahun lalu ia menerima penghargaan Ahmad Bakrie Award untuk bidang pemikiran sosial. Sementera Dhianita Kusuma Pertiwi adalah intelektual muda perempuan yang minat fokusnya adalah kesusasteraan dan sejarah.

Acara peluncuran dua buku ini hendak merayakan ilmu, kebudayaan, dan kesusasteraan di tengah masa politik yang mungkin menjenuhkan kita akhir-akhir ini. Acara ini terlaksana atas kolaborasi KPG dengan Total Politik. (rls/bd)

Komentar Anda

comments