Palapanews.com- Umumnya, diabetes melitus (DM) menyerang orang dewasa. Tapi, siapa sangka ternyata diabetes melitus juga menyerang anak.
Seperti cerita Devi, ibu dari Adi (10), yang divonis menderita diabetes. Devi curiga melihat perubahan pada kebiasaan anaknya, yang makan lebih banyak karena sering lapar. Tapi, berat badan Adi bukannya naik malah turun.
Devi pun membawa anaknya konsultasi ke dokter dan akhirnya Adi divonis menderita diabetes.
Dr Rochsismandoko SP.PD dari Omni Hospitals Alam Sutera mengatakan ada beberapa tanda fisik yang menunjukkan gejala diabetes. Antara lain sering merasa haus, lebih sering buang air kecil hingga ngompol. Sering merasa lapar walau sudah makan dalam porsi banyak akan tetapi berat badan terus menurun dan bisa terjadi dalam waktu singkat. Tanda lainnya seperti anak sering merasa lelah dan lesu.
“Jika gejala-gejala tersebut di atas terlihat pada anak Anda, segeralah konsultasi ke dokter anak atau ahli gizi sebagai langkah terbaik mengenal dan menangani gejala penyakit diabetes. Meski gejala pun tidak dikenali orang tua, jika dibiarkan, dapat berkembang menjadi penyakit komplikasi serius dan merusak organ tubuh serta jaringan,” ujar dr Rochsismandoko dalam siaran pers yang diterima Palapanews.
Health Claim Senior Manager Sequis, dr.Yosef Fransiscus mengatakan bahwa diabetes tergolong penyakit yang berpotensi memakan biaya besar untuk perawatan medis dan DM tipe 1 harus terus menerus dikontrol dengan insulin. Untuk itu, orang tua perlu memperhatikan perubahan pada fisik dan kebiasaan anak serta jika terjadi penurunan produktivitas.
“Seharusnya anak jangan dilatih banyak makan nasi tetapi lebih banyak makan protein seperti ayam, ikan, tahu, tempe serta sayur dan buah yang tidak manis. Selain itu hindari kebiasaan makan makanan siap saji, kurangi asupan gula dan cemilan tinggi gula seperti donat, es krim, dan bantu anak agar tidak stres,” ujarnya.
Head of Corporate Branding, Marketing and Communication Sequis, Felicia Gunawan menyarankan agar segera melengkapi diri dan keluarga dengan perlindungan asuransi kesehatan. Ini mengingat biaya perawatan dan pengobatan penyakit diabetes terbilang tinggi dan perawatan perlu dilakukan secara kontinu.
“Sedini mungkin perlu dicegah terjadinya komplikasi berbahaya karena biayanya akan menjadi lebih tinggi karena itu perlu mengantisipasi dengan memiliki asuransi kesehatan sedini mungkin dan juga perlu memiliki asuransi penyakit kritis,” ujar Felicia. (one)