Palapanews.com– Untuk meningkatkan prestasi kinerja serta menerima tunjangan tambahan penghasilan (TTP) bagi aparatur sipil negara (ASN), Pemerintah Kota Tangerang dibawah kepemimpinan Arief R Wismansyah- Sachrudin mengeluarkan Peraturan Wali Kota Tangerang Nomor 2 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Wali Kota Nomor 98 Tahun 2017 tentang penilaian Prestasi Kerja Pegawai dan Pemberian Tunjangan Tambahan Penghasilan.
Dalam Perwal tersebut, ada ketentuan umum untuk menerima tunjangan tambahan penghasilan bagi aparatur sipil negera (ASN) yakni:
1.PNS yang memiliki jabatan tertentu yang ditugaskan pada SKPD,
2.PNS yang ditugaskan pada Sekretariat Komisi Pemilihan Umum Daerah,
3.Sekretariat Badan Pengawas Pemilu,
4.Badan Narkotika Nasional dan Sekretariat KORPRI,
5.PNS yang telah memasuki masa pensiun/meninggal dunia.
6.Pejabat Esselon III yang tidak berkedudukan sebagai pengguna
anggaran/kuasa pengguna anggaran atau Pejabat Esselon III yang tidak memiliki sertifikat pengadaan barang/jasa pemerintah, maka TTP dibayarkan setelah dipotong sebesar:
A. 25% pada Tahun Pertamanya sejak Peraturan Walikota ini
ditetapkan;dan
B. 50% pada Tahun Kedua dan seterusnya sejak Peraturan Walikota ini ditetapkan.
7. Bagi Pejabat Esselon III yang telah memiliki sertifikat pengadaan
barang/jasa pemerintah, wajib menjadi Pejabat Pembuat Komitmen atau Pejabat Pengadaan Barang/Jasa. Dalam hal
Pejabat yang bersangkutan tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud di atas, dikenakan pemotongan sebesar 10% (sepuluh persen) dari TTP.
Melihat Perwal yang diluncurkan 4 Januari 2019 tersebut, Pengamat Politik dan Pemerintahan Indonesia, Hasanudi BJ menilai, Perwal tersebut sudah bagus sejauh mengatur tambahan penghasilan pegawai. Sebab, memang diamanatkan oleh Permendagri agar diatur oleh daerah sesuai dengan kemampuan keuangan daerah. Namun, saat Perwal itu mengatur tentang pemotongan bagi pejabat Eselon 3 yang tidak punya sertifikat barang/jasa (Barjas) dan Eselon 3 yang punya Barjas, tapi tidak menjadi PPK, maka perlu ditanyakan kepada Walikota dasar hukum yang mana yang dijadikan landasan untuk mengatur pemotongan tunjangan bagi pejabat yang dimaksud itu?.
“Perwal itu tidak boleh mengatur yang tidak diamanatkan untuk diatur oleh peraturan perundangan yang lebih tinggi. Apakah pengaturan itu berdasar Peraturan Pemerintah (PP) 94 tahun 2019 tentang Disiplin Pegawai sebagai landasan hukum?,”kata Hasanudin BJ.
Hasanudin BJ menegaskan, kalau pakai PP itu tentunya dilakukan pemeriksaan pelanggaran disiplin terlebih dahulu, jika memenuhi unsur pelanggaran disiplin baru terbitkan SK Hukuman Disiplin dengan menetapkan sanksi dan lamanya waktu menjalankan sanksinya dulu.
“Pemotongan bisa dilakukan jika hukuman disiplin itu berupa hukuman sedang dengan sanksi dipotong tunjangannya sebesar 25% selama 6 bulan, 9 bulan atau 12 bulan. Tidak bisa hukuman pemotongan itu bersifat ujug- ujug tanpa pemeriksaan dan SK Hukuman Disiplin sedangnya. Apalagi tanpa ada batas waktu pemotongan. Jika seumur umur ga bisa lulus ya seumur umur juga dipotong?,” ujarnya.
“Saya yakin bahwa Eselon 3 yang tidak punya sertifikat barjas bukanlah pegawai yang melanggar disiplin, karena mereka hanya pihak yang ikut test cuma belum lulus. Masa karna ikut tes dan tidak lulus dianggap melanggar disiplin dan dikenai hukuman pemotongan tunjangan. Ini ga masuk akal,” tambahnya.
Sesuai UU No 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Pasal 8 Ayat (2) Pengaturan Perwal ini khususnya soal pemotongan tunjangan tersebut, seharusnya tidak diakui keberadaannya dan bersifat tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat karena tidak diperintahkan untuk diatur/ditetapkan oleh perundangan yang lebih tinggi.
“Sepertinya tidak ada satupun aturan yang menyebutkan, pejabat Eselon 3 yang tidak memiliki sertifikat barang/jasa dipotong tunjangan tambahan penghasilannya,” kata Hasanudin BJ.
Pria yang akrab disapa BJ ini menegaskan, bahwa Walikota Tangerang sebaiknya mencabut pengaturan soal potongan bagi yang tidak punya sertifikat Barjas tersebut. Jangan karena tidak ada satu pun ASN yang men-PTUN kan aturan itu terus berpikir aturan itu benar. Mereka (ASN) hanya tidak berani melakukannya. Meski semuanya menjerit, namun mereka tidak akan berani mengambil langkah hukum untuk menggugat Perwal tersebut.
“Walikota jangan merasa bangga karena tidak ada yang mem-PTUN kan. Itu aturan yang kejam. Dan urusan seperti ini pasti dicatat oleh Yang Maha Kuasa. Keluhan para istri dari sekian banyak pejabat yang dipotong itu akan menjadi catatan para malaikat. Walikota pasti paham bahwa urusan untuk berbuat adil itu perintah Tuhan, dan harus kita taati. Saya sampaikan ini karena mungkin saja Walikota tidak tahu bahwa ada kesalahan dalam pengaturan soal potongan tunjangan tersebut. Dengan saya ngomong begini mudah mudahan dia sadar dan segera mencabut aturan terkait pemotongan itu,” pungkasnya.
Ketika ditanya potongan apa saja yang tidak boleh, pria yang pernah menjadi anggota DPRD Kota Tangerang ini menegaskan “Prinsipnya, tidak boleh ada pemotongan pendapatan pegawai, kecuali ditetapkan sebagai Hukuman Pelanggaran Disiplin Sedang yang dinyatakan dalam bentuk Surat Keputusan.(ydh)