Palapanews.com- Para relawan asal Kota Tangerang Selatan (Tangsel) memiliki berbagai kisah yang mendalam ketika menjejakan kaki pertama di Palu, 7 Oktober 2018 lalu. Salah seorang anggota BPBD, Dodi Harianto yang berada di wilayah Petobo dan bergabung di tim Evakuasi, berkesempatan menceritakan kisahnya selama di Petobo kepada Palapanews.
Awalnya, Tim BPBD dan PMI (Palang Merah Indonesia) Tangsel yang berjumlah 10 orang tiba di Sulawesi Tengah (Sulteng) pada 7 Oktober lalu. Sesampainya Palu, tim Tangsel dijemput oleh Tim PMI Palu dan melaporkan diri ke posko PMI. Siang harinya tim bertolak ke posko BPBD Provinsi Palu untuk melaporkan kehadiran relawan Tangsel dan menempati posko yang telah disediakan.
“Pertama kali datang disela rapat kami merasakan guncangan gempa 3.5 SR ditambah hujan gerimis. Sementara esok hari sekitar jam 8 pagi gempa pun kembali terasa tapi tidak begitu besar,” ujar Dodi.
Tim evakuasi dibekali dengan perlengkapan diri seperti sepatu boot, sarung tangan tiga lapis, masker serta perlengkapan evakuasi lainnya, karena medan yang akan dituju masih terdapat korban meninggal akibat gempa dan tsunami yang masih belum bisa dievakuasi.
“Setibanya di Petobo aroma amis langsung menyambut kedatangan kami. Genangan airpun terlihat merah kehitaman bercampur darah. Rumah-rumah sudah porak poranda,” ucapnya ketika dihubungi melalui pesan whatsapp, Selasa (9/10/2018).
Tak lama berselang seorang ibu menghampiri dan memberi tahu tim Evakuasi, bahwa di sana ada korban yang belum dievakuasi. Dan setelah, dicek ternyata mayatnya sudah dikuburkan di lokasi itu secara darurat, karena sulit untuk dievakuasi.
“Kami melanjutkan perjalanan ke titik lain dan setelah 10 menit berjalan di atas puing-puing kami melihat ada tangan yang muncul di genangan air yang warnanya mulai kehitaman. Aroma amis pun semakin tercium,” pukas Dodi.
Bantal, pakaian, peralatan rumah tangga, tumpukann mobil bahkan rumah yang telah bergeser jauh dari tempat semula. Melihat itu kondisi tim evakuasi Tangsel terenyuh. Dodi juga menjelaskan, jika Tuhan sudah berkehendak tak akan ada yang bisa menahannya.
“Saya merasa terharu, karena saya di lokasi banyak menemui ijazah anak SD, beserta fotonya yang masih utuh. Tapi, entah gimana nasibnya kini. Ketika Allah berkehendak tak satupun kekuatan yang bisa menahannya,” jelasnya. (nad)