
Tangerang, PalapaNews.com – Indonesia masuk dalam darurat kekerasan seksual. Negara diminta hadir menyelesaikan kasus yang saat ini menjadi tren di masyarakat, baik dari segi preventif maupun penindakan.
“Banyak yang harus dibenahi pemerintah. Bukan melulu soal perundangan tentang masalah kebiri, ini bukan solusi. Tapi malah akan menimbulkan dampak baru,” kata Pakar Sosiologi Hukum Universitas Muhammadiyah Tangerang (UMT) Ghufroni.
Apapun latar belakangnya, Ghufroni menilai kasus kekerasan seksual merupakan kejahatan yang tidak dapat dibiarkan begitu saja. Apalagi korbannya adalah anak-anak yang notobene masa depannya masih sangat panjang.
“Pelecehan seksual pada anak tidak hanya berdampak luka fisik. Yang paling berbahaya justru dampak psikologisnya karena berpotensi menimbulkan gangguan jiwa hingga terhambatnya perkembangan mental anak,” kata dia menambahkan.
Lantas, apa hukuman yang paling tepat? Menurut Ghufroni, para pelaku tindak kekerasan seksual disertai pembunuhan harus dihukum seberat-beratnya seperti hukuman seumur hidup atatupun hukuman mati. Budaya Indonesia yang lebih mengedepankan asas kekeluargaan dan gotong royong kini mulai punah.
“Upaya pencegahan kejahatan seksual harus dikedepankan. Karena yang paling penting justru memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang sanksi pidana. Tentang ancaman hukuman kejahatan seksual,” ujarnya.
Diketahui, kejahatan seksual disertai pembunuhan tengah marak. Seperti kasus mutilasi di Cikupa dan kasus gagang cangkul di Kabupaten Tangerang. Kedua kasus ini pelakunya adalah orang dekat korban. (eni)