Palapanews- Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) mengembangkan teknologi pengolahan limbah radioaktif dan bahan berbahaya serta beracun (B3). Teknologi ini, bisa dimanfaatkan oleh berbagai industri dan rumah sakit.
“Teknologi itu dimanfaatkan berbagai industri dan rumah sakit di lndonesia yang menghasilkan limbah radioaktif”, ungkap Kepala BATAN, Djarot Silistio saat konferensi pers Seminar Nasional Pengelolaan Limbah XIII di Puspitek, Setu, Kota Tangsel, Selasa (29/9/2015).
Berdasarkan data statistik, lndonesia menghasilkan limbah tidak kurang dari 38 juta ton per tahun. Sebanyak 14 persen di antaranya limbah plastik yang sangat sulit untuk diurai. Limbah yang tidak diolah akan menyebabkan berbagai polusi baik itu udara, air maupun tanah.
Berdasarkan UU 10/199 tentang Ketenaganukliran, BATAN adalah satu-satunya institusi di Indonesia yang secara khusus ditugasi oleh pemerintah untuk mengolah dan menyimpan limbah radioaktif yang dihasilkan rumah sakit, industri, dan lembaga penelitian.
“Tugas dan fungsi BATAN didukung oleh Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) yang memiliki tugas sebagai badan regulasi dan menjalankan fungsi pengawasan terhadap penggunaan bahan nuklir di Tanah Air. Saat ini, setidaknya ada 7.000 institusi yang menggunakan bahan nuklir,” katanya.
Kepala Pusat Teknologi Limbah Radioaktif (PTLR), Suryantoro menambahkan pengolahan limbah oleh BATAN menggunakan metode evaporasi atau penguapan. Hasil proses penguapan itu menghasilkan konsentrat dan air suling.
“Konsentrat tinggi radioaktif tersebut dicampur semen dan dipadatkan. Sehingga aman dari radioaktif,” ucapnya.
Limbah radioaktif, menudur dia pengolahannya lebih susah dibandingkan limbah B3 karena limbah radioaktif harus dimasukkan dahulu ke dalam kapsul. Kemudian diolah sedemikian rupa hingga tidak mengandung radioaktif.
Di PTLR, untuk limbah cair diolah melalui pengupan. Lalu, limbah padat dipressure/padatkan setelah itu disemen. “Kami juga menyediakan kendaraan khusus untuk membawa limbah radioaktif,” ujarnya. (kie/man)