Palapanews.com– Setelah dua tulisan (opini) tentang Pemilihan Gubernur (Pilgub) Banten diterbitkan di media massa, ternyata banyak pembaca yang meminta saya untuk menulis dinamika Pilkada di Kota Tangerang. Saya bilang,! Pilkada Kota Tangerang itu, Ngeri-ngeri Sedappp.
Beberapa kalangan menduga jika politik kekuasaan yang saya buat sebelumnya (untuk Pilgub Banten), kemungkinan juga akan berlaku di Kota Tangerang. Artinya, koalisi partai Nasdem, PSI, Gerindra, PAN, dan PKS di Kota Tangerang akan berusaha menarik dukungan dari partai politik (parpol) lainnya dengan meninggalkan Golkar sendirian.
Namun, setelah tersebar kabar di group-group WA, dimana Sahrudin sudah berfoto dengan Maryono Hasan sebagai Pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota Tangerang, lengkap dengan lambang parpol pendukungnya yaitu Golkar, PDIP, Demokrat dan PPP, maka kemungkinan Pilkada dengan lawan kotak kosong rasanya tidak akan terjad di Kota Tangerang.
Entah siapa yang mulai menayangkan foto pasangan dengan 4 logo parpol pendukung tersebut. Apakah Tim Pemenangan SRD-MH atau hanya kreativitas pendukung saja. Tetapi, itu cukup membuat kita berpikir bahwa rasanya tidak mungkin terjadi! “Melawan Kotak Kosong” di kota yang memiliki 13 kecamatan ini. Karena, kalau belum fix benar, seharusnya logo Parpol, setidaknya logo Parpol selain Golkar, tidak mungkin dicantumkan di foto pasangan SRD-MH tersebut.
Kalau memang komposisi koalisinya demikian, maka kubu Faldo-Fadlin (FF) yang sejak pengumuman koalisi tidak pernah berkomentar apapun tentang penambahan anggota koalisi partai pendukung, berarti mereka tetap dengan format koalisi Nasdem,PSI,Gerindra,PAN dan PKS ( 5 Parpol ). Sedangkan, di kubu SRD-MH didukung oleh koalisi Golkar, PDIP, Demokrat dan PPP ( 4 Parpol ). Jadi tinggal tersisa 1 partai yang belum menentukan koalisinya yaitu PKB .
Kita ketahui bersama bahwa PKB sudah menurunkan Rekomendasi Tahap I untuk tokoh akademisi yakni Amarullah, dengan masa waktu penugasan koalisi sampai dengan tanggal 2 Agustus 2024. Jadi masih tersisa kurang lebih 5 hari bagi Amarullah untuk melakukan lobi agar bisa berkoalisi dan maju dalam Pilkada Kota Tangerang.
Tapi bagaimana caranya karena semua parpol sudah berkoalisi dengan Koalisi Golkar dan Koalisi Nasdem ??? Karena masing-masing koalisi sudah mengusung pasangan calon, maka jika PKB bergabung dengan salah satu koalisi tersebut tentunya Amarullah tidak bisa ikut kontetasi.
Tetapi, kalau kita cermati, baik koalisi Nasdem maupun Koalisi Golkar sampai dengan saat ini belum melakukan deklarasi resmi penyerahan rekomendasi dari parpol pendukung kepada pasangan calon. Amarullah mungkin meyakini bahwa dinamika koalisi masih cair, belum beku, masih bisa bergeser geser. Jika salah satu parpol yang punya 5 kursi atau lebih keluar dari koalisi yang sudah ada, lalu bergabung dengan PKB, maka Amarullah bisa berlayar.
Kita sebagai awam yang biasa terikat dengan norma dan etika untuk memegang janji dan kesepakatan tentu tidak dapat memahami kemungkinan itu. Tetapi, politik dengan politisinya itu bisa melakukan apa pun. Sebab, normanya hanya satu: Kepentingan.
Pindah koalisi dengan berbagai alasan sebelum rekomendasi terbit sih sudah biasa. Bahkan, menganulir rekomendasi yang sudah dikeluarkan dan diserahkan kepada bakal calon, lalu menerbitkan rekomendasi baru kepada bakal calon lainnya, itu pernah terjadi di Kota Tangerang.
Ingatkah kita peristiwa Pilkada Kota Tangerang tahun 2013? Dimana ada satu partai yang mengeluarkan rekomendasi sampai 3 kali kepada 3 calon yang berlainan. Dua bakal calon yang “lugu” itu, yang awalnya sudah merasa pede untuk maju dalam Pilkada kemudian terkulai lemas. Harapan yang kadung membumbung tinggi, terhempas kencang bak meteor yang jatuh ke bumi. Tenaga, pikiran, waktu, dan uang yang tidak sedikit, terkuras sia-sia. Terus bisa apa mereka ? Tidak bisa berbuat apa-apa.
Ini menjadi bukti bahwa politisi itu tidak bisa dipegang ucapannya, bahkan tulisannya sekalipun..
Sebelum rekomendasi, atau surat dukungan parpol, atau Form B1 KWK Parpol yang sudah ditandatangani dan dicap itu diserahkan ke KPUD pada saat pendaftaran calon, perubahan masih bisa saja terjadi.
Mungkin pergeseran itu yang sedang ditunggu atau dicari celahnya, atau sedang diusahakan oleh PKB. Jika berhasil, dan yang bergeser itu kemudian berkoalisi dengan PKB, maka akan terbentuk poros baru, sehingga terbentuk 3 pasangan calon.
Tetapi, jika ternyata “ingkar janji” itu dilakukan oleh beberapa parpol, dan dapat berakibat kepada perubahan format koalisi, Maka itulah yang saya maksud dengan “Ngeri-Ngeri Sedap”.
Ini hanya analisa dari kita-kita yang bisanya memang hanya menerka-nerka saja. Jangan terlalu dibawa serius.
Wawan Kuswanto
Pengamat Dinamika Politik Banten