I never stop fighting for freedom. It is an ideal hope to live for andĀ achieve, but it is an ideal for which i am prepared to. By Nelson Mandela
Abad milenium kini, merupakan masa dimana kebebasan membuktikan kemenangannya dari berbagai aspek dalam lintasanĀ sejarah. Kebebasan membuktikan bahwa ia merupakan hal yang tidak bisa dipaksa untuk tidak dimiliki seorang manusia.
Apabila kebebasan tak dihadirkan, maka yang muncul ialah penjajahan dan penindasan kemanusiaan. Hal ini sudah menjadi konsekuensi logis berdasarkan fakta sejarah. Dengan begitu perlahan akan muncul mesin kekuasaan absolut yang bergemuruh dan selalu ingin menggilas, mulut dibungkam dan perasaan dibekukan, pikiran jernih ditenggelamkan dan Nurani tidak diberi tempat. Kehidupan serba was-was, penuh selidik dan kecurigaan.
Namun dibalik itu semua, di masa sekarang masih saja banyak ditemui orang-orang yang tidak menginginkan bahkan memusuhi kebebasan. Hal ini terlihat jelas dari kalangan kaum agamawan, termasuk Islam di Indonesia. Mereka berdalih bahwa kebebasan hanya akan melahirkan individualisme serta keegoisan. Dengan kebebasan perlahan membuat manusia lupa diri akan Tuhan yang menciptakan. Kebebasan hanya dianggap sebuah kata yang merujuk ke sesuatu yang amat samar, tak jelas.
Tak hanya itu, bahkan diantara mereka juga masih banyak saja mengkafirkan orang-orang yang berpikir bebas dengan dalih “nyeleneh” yang sama sekali tidak memiliki landasan yang kuat. Sangat aneh tentunya, mereka yang memusuhi kebebasan malah menggunakan kebebasannya sebagai ulama atau orang yang mempunyai otoritas dalam beragama untuk mengkafirkan kebebasan itu sendiri. Ia tidak menyadari bahwa kebebasan yang ia kafirkan itu sebenarnya telah tertanam dalam dirinya sendiri.
Parahnya lagi, jalur kebencian terhadap kebebasan pun ditempuh dengan cara teror. ISIS serta golongan terorisme lainnya merupakan kaum yang menempuh cara demikian. Sekali lagi ini aneh, sebab justru merekalah yang menggunakan kebebasannya bahkan sebebas-bebasnya mengintimidasi dan meneror manusia lainnya untuk memaksa sepaham dengannya. Inilah studi kasus paling tepat untuk memperlihatkan penyalahgunaan kekuasaan. Akibatnya, peperangan terjadi di berbagai belahan dunia, bahkan Indonesia juga ikut menjadi lahan keganasan kaum ini. Bom Bali l dan ll, ledakan bom hotel JW Marriott dan Ritz-Carlton di kawasan Mega Kuningan, bahkan baru-baru ini juga terjadi pengeboman di Sarinah Tamrin merupakan sebagian bukti kekejaman kaum dengan embel-embel agama ini.
Artinya, penolakan terhadap kebebasan merupakan kemunafikan terselubung.Ā Sebab sejarah mengatakan bahwa kebebasan merupakan sebuah perjuangan manusia untuk memberi harkat pada dirinya sendiri. Manusia berperang tidak lain ialah untuk memperoleh kebebasan. Sejarah pengorbanan manusia dari berbagai arena perang termasuk perang dunia 1 dan 2 adalah sejarah tentang ikhtiar manusia untuk memiliki kebebasan. Tak hanya itu, gerakan dekolonisasi setelah perang dunia 2 juga merupakan sejarah manusia untuk merebut mahkota bernama kebebasan itu.
Dalam skala yang lebih kecil, berbagai pemogokan dan demonstrasi yang terjadi di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia, tidak lain merupakan tuntutan para kaum pekerja untuk diberi ruang gerak yang lebih leluasa. Sederhananya, kebebasan merupakan suatu cita-cita yang tak pernah dilepaskan oleh setiap manusia.
Dari sini, kiranya jelas bahwa kebebasan adalah hal utama dalam kehidupan manusia. Harkat dan martabat manusia terletak pada ada atau tidaknya kebebasan itu. Masalahnya hanyalah kebebasan yang memberi manusia kehidupan dengan penuh pilihan. Dalam konteks ini, pilihan-pilihan itu tidak lain merupakan bentuk otoritas terhadap diri manusia itu sendiri. Manusia mempunyai otoritas atas dirinya sendiri.
Otoritas dan kedaulatan itulah yang membuat individu bebas menentukan apa yang dikehendaki. Itulah sebabnya mengapa kebebasan selalu menjadi lahan subur bagi kreatifitas, ekspresi dan keleluasaan, termasuk dalam wilayah beragama.
Dengan demikian, tugas orang-orang berilmu (ulama, ilmuan, saintis) sebenarnya sangat sederhana, yakni menggiring manusia untuk menggunakan kebebasannya kepada sesuatu yang lebih bermanfaat. Sebab kebebasan merupakan keniscayaan bagi setiap manusia maka mustahil seseorang dapat memusuhi, membenci, apalagi menghilangkannya. (*)
Penulis: Dedy Ibmar, Aktifis HMI Ciputat serta penggiat kajian PIUSH