Palapanews.com- Pandemi COVID-19 seakan membuat alam sedang beristirahat untuk memulihkan dirinya. Begitu juga dengan kawasan ekowisata Air Terjun Nyarai, Lubuk Alum, Sumatra Barat. Dari biasanya ingar-bingar kunjungan ribuan wisatawan setiap bulan, kini Air Terjun Nyarai tampak lengang.
Sejak pemerintah daerah Sumatra Barat menerapkan peraturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk mencegah penyebaran COVID-19, para pemandu wisata di sana, salah satunya Ritno Kurniawan, berupaya bertahan hidup karena tidak lagi menerima kunjungan wisatawan dari biasanya setiap bulan sekitar 1.500-2.000 wisatawan.
“Saya berbakti sebagai fasilitator dalam memberikan pemahaman kepada masyarakat setempat mengenai hal-hal baru dan berguna, termasuk penanggulangan wabah dan cara bertahap hidup. Saya selalu percaya membantu masyarakat memiliki dampak yang luar biasa,” tutur sosok lulusan Fakultas Pertanian Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, yang juga kerap dipanggil Ritno.
Tanpa hambatan yang berarti, upaya Ritno mengajak para pemandu untuk memberikan informasi penanggulangan wabah dan cara bertahan hidup kepada masyarakat dilakukan secara rutin. Hal tersebut dilakukan dengan kesabaran, karena warga sekitar tidak akan bergerak tanpa melihat adanya bukti nyata.
“Saya kembali mendatangi tokoh masyarakat satu per satu untuk memberikan penjelasan tentang peraturan PSBB dengan harapan agar masyarakat dapat disiplin dalam memerangi COVID-19. Bersama warga, kami juga turut berjuang bersama-sama, terutama saling bantu dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari untuk bertahap hidup,” ujar Ritno yang kini juga menjual santapan laut secara online melalui Riku Fresh.
Sejak terjadi pandemi COVID-19, Ritno yang merupakan penerima Apresiasi Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia Awards 2017 bidang lingkungan, ini bersama pemandu wisata lainnya bergerak bersama warga untuk mendistribusikan masker kain melalui gerakan Padang Pariaman Bermasker. Gerakan tersebut mendapat dukungan dari pemerintah setempat untuk mendonasikan sembako dan 1.800 butir telur.
Dukungan pemerintah juga diberikan pada area rafting dengan membebaskan biaya pajak, serta bantuan dari Federasi Arung Jerang Indonesia (FAJI) berupa pemberian dana untuk para pemandu yang terdampak.
Aksi sosialisasi pemahaman normal baru menjadi rutinitas saat ini yang dilakukan setiap hari bersama para pemandu.
Ritno akan menerapkan protokol kesehatan untuk menghidupkan area ekowisata, seperti halnya pembatasan pengunjung, satu rombongan terdiri dari lima wisatawan dan satu pemandu, pengecekan suhu tubuh, fasilitas cuci tangan dan penggunaan masker memasuki area sekitar, terkecuali bagi para wisatawan wahana rafting. (red)