Buruknya PPDB, Gubernur Banten Koordinasi dengan Mendikbud

Palapanews.com- Gubernur Banten Wahidin Halim menyatakan pihaknya akan berkonsultasi dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) terkait hasil Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2019 di Provinsi Banten. Menurutnya, PPBD di Banten belum sesuai dengan tujuan pemerataan pendidikan.

Wahidin mengatakan, hal tersebut karena pada faktanya pelaksanaan sistem zonasi yang diterapkan di Banten belum dapat memenuhi akses pendidikan masyarakat yang mengharapkan dapat bersekolah secara gratis dengan lokasi sekolah yang mudah dijangkau. Lanjutnya, dikarenakan terbatasnya kuota yang ada, jumlah rombongan belajar dan fasilitas belajar yang belum memadai.

Wahidin menambahkan, beberapa alasan PPDB sistem zonasi yang diterapkan Pemerintah Pusat belum optimal di Banten karena rasio jumlah sekolah yang ada secara fisik belum berbanding lurus dengan kebutuhan tingkat pendidikan yang cukup tinggi, kedua karena penduduk Banten yang cukup besar per kecamatan baru mengalokasikan untuk satu sekolah negeri per kecamatan yang dipastikan tidak mampu menampung kebutuhan di kecamatan tersebut, ketiga karena ada pergeseran kibat masyarakat pada pendidikan gratis yang cukup besar sehingga semakin memperbesar jumlah peminatnya.

“Keempat, (sistemnya) tanpa ada standar minimal, siapa sih yang sebenarnya diterima itu? Apa yang punya prestasi? Apa orang miskin? Apa orang kaya? Sekarang kan dengan sistem zonasi. Bagus sih tujuannya yaitu pemerataan dan semua orang dapat akses yang sama, tapi akhirnya juga tidak mendapatkan akses yang sama karena kuota terbatas, jumlah rombongan belajar terbatas dan fasilitas terbatas,” ujar Wahidin, Senin, 1 Juli 2019.

Wahidin menjelaskan, yang harus didahulukan adalah bagaimana pemerintah dapat memenuhi kebutuhan itu dari jumlah sekolah yang kita bangun, jumlah rombongan belajar yang kita siapkan dengan asumi bahwa ini sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

“Ini kan enggak, dibuat peraturan itu tanpa memberikan perhatian khusus terhadap pengembangan atau penyiapan fasilitas sekolah. Jadi benturannya disitu, pada daerah-daerah yang tingkat kepadatan penduduk dan animo masyarakat rendah (terhadap sekolah) mungkin tidak masalah. Tapi seperti di Tangerang tempat saya, dan di Serang terutama mereka minatnya tinggi, ditambah dengan gratis mereka pengen sekolah di SMA ini dengan sistem zonasi,” jelasnya.

Sistem zonasi, lanjutnya, akhirnya menjadi tidak jelas karena jarak kilometer dari sekolah. Apakah disepakati satu kilometer, dua kilometer atau tiga kilometer. Berbeda jika menggunakan kriteria nilai prestasi yang akan lebih mudah melihat siapa saja calon peserta didik yang memenuhi rata-rata nilai passing grade.

“Kalau konsep pemerataannya saya setuju, tapi dalam hal action atau pelaksanaannya harus ditinjau lagi pada beberapa aspek,” tuturnya.

Oleh karenanya, Wahidin telah meminta Sekda Pemprov Banten Al Muktabar untuk menginventarisasi sejauh mana prestasi yang dimiliki pendaftar yang tidak lolos. Karena untuk masuk ke sekolah swasta dikhawatirkan tidak sanggup membiayai, maka pemerintah harus hadir menyiapkan solusinya. Apakah dengan penambahan rombongan belajar baru atau solusi konkret lainnya. Karena, siswa yang berada diperbatasan yang dipastikan akan kalah saing dengan siswa lain yang lokasinya lebih dekat, namun ia memiliki ketidakmampuan menjangkau sekolah lain dengan jarak yang lebih jauh dan biaya yang lebih mahal.

“Prinsip saya dengan Pak Andika (Wagub Banten) itu membangun sektor pendidikan dan memberikan akses seluas-luasnya untuk masyarakat Banten, makanya kita bangun sekolah dan kelas baru. Kita akan konsultasi hari ini, agar langkah yang kita ambil nanti tidak salahi aturan. Kan yang kemarin mengusulkan penambahan kriteria prestasi 15 persen itu kita, makanya Sekda lapor ada keterlambatan pengumuman karena menyesuaikan dengan tambahan kuota prestasi yang sebelumnya 5 persen menjadi 15 persen jadi perlu waktu untuk mengelolanya,” jelas Wahidin.(rik)

Komentar Anda

comments