USAID Latih Fasilitator dari 7 Provinsi

Siswa kelas VIII SMPN 5 Sleman sedang praktik IPA tentang getaran. (ist)
Siswa kelas VIII SMPN 5 Sleman sedang praktik IPA tentang getaran. (ist)

Yogyakarta- Badan Pembangunan Internasional Amerika (USAID) melalui program PRIORITAS (Prioritizing Reform Innovation and Opportunities for Reaching Indonesia’s Teachers, Administrators, and Students) melatih puluhan fasilitator nasional dari 7 provinsi, yakni Aceh, Sumatra Utara, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan.

Puluhan fasilitator ini mendapat pelatihan kemampuan mengamati dan mengidentifikasi kekuatan dan masalah dalam pembelajaran, termasuk memikirkan alternatif pemecahan masalah dan menerapkannya dalam kegiatan pendampingan kepada guru. Kegiatan ini dilaksanakan di Yogyakarta selama 6 hari yang dibagi dua angkatan untuk fasilitator pembelajaran SD/MI dan SMP/MTs, yang berakhir Sabtu (24/9/2016).

“Banyak fasilitator yang masih sulit menemukan hal-hal yang baik dan masalah dalam proses pembelajaran yang mereka dampingi. Mereka juga kesulitan memberi masukan untuk perbaikan pembelajaran. Untuk itu kami melatih fasilitator untuk mampu mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan sebuah pembelajaran, dan melakukan pendampingan terhadap guru dari hasil pengamatannya,” kata Stuart Weston Direktur Program USAID PRIORITAS di sela-sela acara.

Pada pelatihan tersebut, para peserta dilatih melakukan pengamatan proses pembelajaran melalui tayangan 7-8 video. Lalu mereka membahas kekuatan atau permasalahan yang terjadi pada proses pembelajaran pada video, dan mendiskusikan pemecahannya yang dipandu beberapa pertanyaan. Hasil temuan kekuatan dan permasalahan pembelajaran dalam kelompok kecil dibagi di kelompok pleno.  Fasilitator juga dibekali dengan keterampilan melakukan pendampingan dengan pertanyaan-pertanyan menggali agar guru menjadi praktisi yang reflektif.

Menurut Ujang Sukandi, spesialis pelatihan guru USAID PRIORITAS, secara umum,  ada 3 hal penting yang dilakukan fasilitator dalam melakukan pendampingan pembelajaran. Pertama, beri kesempatan guru untuk memberikan komentar terhadap pelaksaan pembelajaran yang dilakukannya terlebih dahulu. Lalu, beri apresiasi kepada guru terhadap hal-hal positif dalam pembelajaran.

Hal ini penting untuk memberi motivasi kepada guru agar lebih berani melakukan inovasi. Kedua, minta kepada guru menyampaikan refleksinya terkait hal-hal yang penting dalam pembelajarannya, seperti . Ketiga, minta guru untuk memikirkan perbaikan pembelajaran, kemudian tawarkan ide perbaikan dan/atau pengembangan dari yang penting tersebut, misal tentang penugasan yang diberikan kepada siswa, pengelolaan kelas, dan pertanyaan yang diajukan kepada siswa.

“Kalau proses pendampingan ini dapat dilaksanakan dengan baik , maka guru bisa membuat perencanaan perbaikan atau pengembangan pembelajaran berdasarkan hasil identifikasi kekuatan dan masalah tadi untuk meningkatkan mutu pembelajaran di kelas,” kata Ujang.

Mawarni, fasilitator pembelajaran kelas awal yang juga guru SDN Lhoksukon Aceh Utara, menuturkan pelatihan ini sangat penting untuk membekali kemampuannya mengidentifikasi keberhasilan dan permasalahan dalam pembelajaran, terutama untuk membuat guru yang didampingi menjadi lebih terbuka untuk melakukan perbaikan pembelajaran. Sementara Ahmad Hanafi, fasilitator pembelajaran bahasa Indonesia yang juga guru MTsN 2 Tangerang Banten, menyebut kemampuannya menganalisis pembelajaran menjadi lebih baik lagi.

“Saya juga mendapatkan teknik untuk meningkatkan kualitas pembelajaran saya di kelas,” katanya.

Pada hari terakhir pelatihan, peserta diajak untuk mempraktikkan keterampilan identifikasi kekuatan dan masalah tersebut serta keterampilan pendampingan di sekolah, yaitu di SDN Ngoto dan SMPN 5 Sleman, Yogyakarta. Mereka mengamati kegiatan pembelajaran di kelas dan mempraktikkan kegiatan pendampingan kepada guru yang mengajar.

Eko Budi Raharjo, guru IPA SMPN 5 Sleman yang menjadi guru terdamping, merasa mendapat teman berbagi untuk meningkatkan proses pembelajaran. “Saya tadi mengajak siswa melakukan percobaan getaran di kelompok yang berjumlah 5-6 siswa. Ternyata dari hasil diskusi dengan fasilitator yang mendampingi, ada beberapa siswa yang pasif hanya bergantung pada temannya. Ke depan saya akan membentuk kelompok 3-4 siswa. Laporan percobaan siswa juga masih perlu ditingkatkan, terutama dalam menarik kesimpulan,” katanya.

Sementara Kepala SDN Ngoto, Sutinem, menyampaikan rencananya untuk mengajak guru-gurunya menerapkan hasil pendampingan para fasilitator. ”Kami juga akan mengajak para guru untuk selalu menerapkan prinsip pembelajaran aktif secara efektif. Sebagai langkah awal, mulai besok, kami juga akan melaksanakan kegiatan membaca senyap setiap hari selama 15 menit sebelum pembelajaran dimulai, terutama agar minat dan keterampilan membaca siswa meningkat,” tukasnya setelah berdiskusi dengan para fasilitator.

Para fasilitator nasional ini akan melatih fasilitator kabupaten/kota melalui ToT provinsi, yang kemudian akan melatih lebih dari 1.000  fasilitator daerah yang dipersiapkan untuk melatih para guru sekolah mitra melalui forum KKG atau MGMP. Para fasilitator yang terdiri dari unsur guru, kepala sekolah, dan pengawas yang selama ini konsisten menerapkan pembelajaran aktif itu, diharapkan senantiasa mengembangkan komunitas belajar secara terus menerus. Bila hal itu dilakukan konsisten, maka guru akan menjadi pembelajar sepanjang hayat dan terjadi perbaikan proses pembelajaran secara berkelanjutan. (rls)

Komentar Anda

comments