Ironi Negeri Agraris di Tengah Arus Industrialisasi

Dedy Ibmar.
Dedy Ibmar.

MANUSIA telah menyaksikan secara langsung betapa teknologi berpengaruh besar terhadap sektor-sektor kehidupan modern. Setelah revolusi industri diperancis, anggapan bahwa sains dan teknologi dapat membantu menciptakan dunia yang lebih baik terus tertanam dan terkonstruksi dalam pikiran setiap individu. Maka wajar saja apabila teknologi dengan industrialisasinya merambah dengan cepat keseluruh belahan dunia termasuk Indonesia.

Indonesia sebagai Negara berkembang perlahan dapat menyesuaikan dengan arus industrialisasi ini. Indonesia dengan sejarah peradaban besarnya terlihat mampu bersaing dengan negara-negara lain. Namun jika ditelisik lebih jauh ternyata kemajuan industrialisasi hanya tampak pada masyarakat perkotaan saja. Artinya, perkembangan modernitas kini hanya berlaku pada masyarakat perkotaan.

Dengan kata lain, realitas yang terjadi seperti diatas sangat jelas memperlihatkan ketimpangan antara masyarakat kota dan desa. Disinilah sekiranya pentingnya pembangunan dan pemekaran wilayah di pedesaan.

Bukti dari ketimpangan ini dapat dilihat bagaimana fenomena keinginan masyarakat pedesaan untuk berpindah kekota (urbanisasi) terus meningkat pesat setiap tahunnya. Fenomena urbanisasi ini dinilai realistis, mengingat masyarakat pedesaan yang kebanyakan berprofesi sebagai petani desa, rata-rata hanya memiliki pendapatan penghasilan yang rendah atau tidak sepadan dengan apa yang telah dikerjakan.

Kebanyakan petani hanya berposisi sebagai sebagai pekerja dari pemilik lahan yang tinggal dikota, atau jika petani mengerjakan lahan sendiripun hasilnya akan dijual dengan harga yang murah keperusahaan-perusahaan untuk diolah dan didistribusikan dengan harga yang jauh lebih mahal. ketidakseimbangan atau “ketidak-adilan” yang berujung pada “pemiskinan” inilah yang menjadi alasan pokok para petani untuk ber-urbanisasi sekaligus beralih profesi di kota-kota.

Pada masyarakat pedesaan juga telah terbangun sebuah paradigma bahwa profesi “tani” adalah hanya dan untuk orang-orang yang tidak memiliki pendidikan yang tinggi. ini juga merupakan hal yang wajar bagi masyarakat desa karna bagaimana mungkin sesorang yang telah mengeluarkan biaya besar kemudian mau menjadi petani yang berpenghasilan sangat minim.

Namun konsekuensinya, masyarakat pedesaan semakin lama akan semakin ditinggalkan dan pertanian akan semakin terpinggirkan. Secara perlahan desa akan mati dengan sendirinya. Kemudian kemajuan untuk sektor pertanian hanya akan menjadi angan-angan belaka.

Demikianlah realitas yang terjadi, dengan sendirinya perlahan-lahan mengikis khas indonesia sebagai negara agraris. Hal inilah yang mengahruskan pemerintah membuat kebijakan-kebijakan yang berpihak pada para petani. Keadilan ekonomi dan pendidikan yang baik mau tidak mau harus diberikan kepada petani jika pemerintah memang masih “berniat” untuk mempertahankan dan memajukan pertanian indonesia.

Keadilan ekonomi dimaksudkan untuk kesejahteraan para petani sehingga mengurangi keinginan urbanisasi, sedangkan pendidikan dimaksudkan untuk pemanfaatan teknologi sebagai upaya modernisasi dalam mengolah dan memajukan pertanian.

Apabila hal ini telah berlaku di masyarakat maka sektor pertanian tonggak ekonomi desa akan jauh lebih maju dari sekarang. Kemudian dengan sendirinya fenomena urbanisasi akan perlahan berkurang. Makmurnya kehidupan pedesaan bahkan bisa jadi malah membuat masyarakat perkotaan memilih menetap di desa. (*)

Penulis: Dedi Ibmar, Aktifis HMI Komfuf Cabang Ciputat serta penggiat kajian PIUSH.

Komentar Anda

comments