Masa Depan PAN

Ferry Ferdianysah.
Ferry Ferdianysah.

Beberapa saat lagi akan digelar kongres Partai Amanat Nasional yang salah satu agendanya adalah mensuksesi kepemimpinan. Tokoh yang akan bertanding dalam kontestasi politik internal itu adalah Hatta Rajasa sebagai calon incumbent dan Zulkifli Hasan. Perebutan pucuk pimpinan sebagai ketua umum partai berlambang matahari terbit, meski hanya diikuti oleh dua kandidat dipastikan akan berlangsung cukup panas. Situasi ini pun dapat terlihat dari pemberitaan yang disampaiakan media baik cetak maupun elektronik, dimana masing-masing pendukung kedua kubu telah menyiapkan berbagai kemampuan untuk memuluskan meraih PAN 1.

Langkah yang ditempuh masing-masing pendukung memang telah dilindungi undang-undang selama tidak menyalahi aturan dan ketentuan yang ada. Namun, penulis mengigatkan Kepiawaian Hatta Rajasa yang saat ini masih menjabat sebagai ketua umum tak bisa dikesampingkan begitu saja dari catatan sejarah perjalanan Partai Amanat Nasional (PAN). Pria berambut perak ini kepiawaiannya telah teruji dalam menahkodai partai yang berdiri pada tanggal 23 Agustus 1998. Dilihat dari perjalanan perolehan suara PAN dari tahun ketahun pasca reformasi 1998, sebelum mantan menteri perhubungan ini memimpin, terus mengalami penyusutan. Pada pemilu tahun 1999 PAN hanya meraih dukungan 7,12%, pada pemilu 2004 meraih 6,44% dan pada pemilu 2009 meraih 6,01%.

Penurunan yang dihadapi partai berlambang matahari ini disebabkan berubahnya haluan partai tersebut. Seperti kita ketahui, di awal pendiriannya tahun 1998 silam, sejumlah tokoh yang cukup terkenal dinegeri ini menjadi bagian dari partai tersebut. Sebut saja, Amien Rais, Gunawan Muhammad, Faisal Basri, Bara Hasibuan, Indra J Piliang dan tokoh hebat lainnya. Selain tokoh yang teruji secara moralitas dan integritas, kalangan PAN kala itu identik dengan tokoh akademik cerdik cendekia.

Kehebatan PAN akhirnya sirnah ketika kepemimpinan Soetrisno Bachir, pengusaha batik asal Pekalongan, wajah PAN berubah drastis. PAN yang mulanya intim dengan Muhammadiyah, saat itu mengalami hubungan tak harmonis. Keterpurukan partai berlambang matahari tersebut semakin menghawatirkan. PAN tak identik lagi dengan kesan intelektual seperti awal pendiriannya. Bahkan, menjelang Pemilu 2009, PAN pun mendapat plesetan tak sedap dengan akronim Partai Artis Nasional (PAN). Itu karena partai tersebut, memasukkan artis secara massal di daftar caleg PAN.

Kemampuan membawa partai yang memiliki tujuan menjunjung tinggi dan menegakkan kedaulatan rakyat, keadilan, kemajuan material, dan spiritual terlihat dari perolehan suara yang diraih di kursi parlemen berdasarkan rapat pleno penetapan perolehan kursi calon DPR oleh KPU, PAN mendapat 49 kursi, yang diraih di 23 provinsi. Perolehan PAN sebanyak 9.481.621 suara atau 7,59 persen.

Memang, kemampuan Alumni ITB Perminyakan 1973 ini sudah tak terpatahkan lagi, meski harus kandas menjadi Cawapres pada pemilu lalu, namun perjalanan kariernya dalam memimpin telah teruji. Terpilihnya Hatta sebagai Ketua Umum DPP PAN periode 2010-2015, secara aklamasi menggantikan Soetrisno Bachir, menunjukan kelengkapan karier dirinya di kancah politik. Selama ini Hatta dikenal bagaikan tokoh yang penuh misteri, bisa dilihat dari perjalanan kariernya. Pada jajaran eksekutif, dirinya pernah menduduki jabatan tiga periode masa pemerintahan yang berbeda-beda. Mulai dari era Presiden Gus Dur, Presiden Megawati dan dua periode pemerintahan Presiden SBY. Pada masa Megawati dirinyapun pernah menjabat sebagai Menteri Negara Riset dan Teknologi.

Dimasa pemerintahan Presiden SBY, tercatat ia pernah menjabat beberapa posisi strategis. diantaranya Menteri Perhubungan, dilanjutkan sebagai Menteri Sekertaris Negara. Kemudian pada periode kedua pemerintahan Presiden SBY, Hatta Rajasa dipercaya menduduki jabatan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian menggantikan Sri Mulyani. Bukan sebatas jabatan eksekutif semata karier, politik putra Palembang pengemar wayang ini pun berkilau bak rambut perak yang dijuluki untuk dirinya, ditambah dengan mandat sebagai Ketua Fraksi Partai reformasi DPR RI (1999-2000), Sekjen PAN (2000-2005), dan sejak 9 Januari 2010 menjadi orang nomor satu di PAN. Tidak kalah penting, Hatta adalah salah satu tokoh Indonesia yang moderat, toleran, intelektual.

Bergabungnya Partai Damai Sejahtera (PDS) dalam memberikan dukungan kepada Hatta Rajasa di 2014 lalu, menunjukan PAN sebagai partai yang terbuka dan menjunjung kebinekaan serta partai yang menghargai kemajemukan. Penulis berharap meski bukan kader partai, di Kongres PAN yang akan digelar di Bali, Februari 2015 mendatang. Calon Incumbent mampu meraih dukungan kembali, tujuannya agar masa depan PAN kembali lebih bercahaya dan menentukan masa depan partai yang terlahir seiring angin reformasi 1998.

Keberadaan Hatta Rajasa sebagai Ketua Umum Partai Amanat Nasional selama ini, bagaikan mentari di siang hari. Dirinya telah membuktikan mampu menyinari partai yang ia pimpin menjadi lebih baik dari sebelumnya. Berdasarkan laporan Transparency International Indonesia (TII) yang bekerja sama dengan Komisi Informasi Pusat (KIP) merujuk UU No.2/2008 Jo UU No.2/2011 Tentang Partai Politik dan UU No.14/2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik. Hatta telah membawa partai berlambang matahari terbit sebagai partai yang sistem pendanaanya transparan, dengan score di atas 3,00.

Hatta pun terbukti telah mampu menjawab tantangan masa depan partai ini, dengan memberikan kepastian posisi PAN sebagai partai tengah. Selama ini ada stereotipe yang beredar di masyarakat bahwa PAN adalah partai agama. Ini karena melekatnya image Muhammadiyah di PAN.

Tentu dari apa yang penulis sampaikan dapat ditarik kesimpulan, pada akhirnya kongres di Bali juga lah yang akan menentukan keberlangsungan PAN dalam menjalani perpolitikan dinegeri ini.(*)

Ferry Ferdiansyah
Penulis Merupakan Pemerhati Sosial

Komentar Anda

comments