Geliat Kelas Menengah di Indonesia

Ali RahmanBelum lama ini, lembaga konsultan McKinsey Global Institute (MGI) merilis laporanbertajuk “The Archipelago Economy: Unleashing Indonesia’s Potential.” Melalui laporan itu, McKinsey Global Institute memperkirakan kelas konsumen Indonesia tumbuh menjadi 135 juta orang di tahun 2030 dari 45 juta orang pada tahun 2010.

Lebih dari itu, McKinsey Global Institute memprediksi pertumbuhan kelas konsumen Indonesia yang sangat cepat itu akan mendorong akselerasi perekonomian Indonesia sehingga dapat menempati posisi tujuh besar kekuatan ekonomi dunia pada tahun 2030 mendatang mengalahkan Jerman dan Inggris. Sekadar informasi McKinsey Global Institute mengkategorikan kelas konsumen sebagai penduduk dengan pendapatan per kapita lebih besar atau sama dengan US$3600 per tahun.

McKinsey Global Institute menilai bahwa dalam satu dekade terakhir Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi dengan volatilitas terendah dibandingkan negara-negara Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) dan Brazil, Rusia, India, China, Afrika Selatan/BRICS.

Menurut estimasi McKinsey Global Institute, dalam kurun waktu 15 tahun mendatang kelas konsumen global akan tumbuh menjadi 1,8 miliar. Sebagian besar berada di Asia, sehingga akan meningkatkan permintaan terhadap sumber daya dan komoditas Indonesia.

Selain itu, McKinsey Global Institute juga melansir Indonesia akan menambah sekitar 90 juta orang kelas konsumen seiring dengan pertumbuhan populasi pesat dan urbanisasi yang berlanjut. Sulit dimungkiri fenomena pertumbuhan massif kelas menengah Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini merupakan merupakan bagian tidak terpisahkan dari pertumbuhan konsumen di Indonesia.

Pertumbuhan kelas menengah ditengarai sebagai salah satu pemutar roda perekonomian. Sejumlah lembaga konsultan dan keuangan internasional telah mengakui hal itu secara terbuka dalam laporan-laporan mereka

Laporan Bank Dunia bertajuk Global Development Horizons 2011 Multipolarity: The New Global Economy, menempatkan Indonesia, Brasil, China, India, Korsel, dan Rusia sebagai penopang pertumbuhan ekonomi dunia hingga 2025 mendatang. Bank Dunia menilai lebih dari 50 persen pertumbuhan ekonomi dunia akan disumbangkan oleh enam negara kekuatan ekonomi baru ini.

Ekonomi enam negara ini tumbuh dengan pemicu berbeda-beda. Pertumbuhan China dan Korsel ditopang arus ekspor yang tinggi. Sementara itu, konsumsi dalam negeri yang tinggi menjadi pemicu utama pertumbuhan ekonomi Brazil dan Indonesia. Konsumsi dalam negeri yang tinggi tentu sangat terkait erat dengan perkembangan kelas menengah.

Menurut Kepala Ekonomi Bank Dunia, Mansoor Dailami, peningkatan jumlah kelas menengah di negara-negara berkembang telah membuat tren konsumsi dalam negeri meningkat. Hal ini secara bertahap akan menjadi sumber pertumbuhan global berkelanjutan.

Negara-negara dengan populasi kelas menengah muda produktif cenderung memiliki tingkat konsumsi lebih tinggi ketimbang negara-negara dengan populasi berusia tua. Jika dibandingkan negara-negara berkembang lain, pertumbuhan kelas menengah di Indonesia tergolong sangat cepat.

Sementara itu, Asian Development Bank (ADB) dalam laporan bertajuk “Key Indicator for Asia and The Pacific 2010” membagi kelas menengah dalam tiga kelompok berdasarkan biaya pengeluaran per kapita per hari. Kelompok pertama merupakan kelas menengah dengan pengeluaran sebesar US$ 2-4 per kapita per hari. Kelas menengah kedua merupakan kelas mengenah dengan pengeluaran US$4-10 per kapita per hari. Lalu, kelas menengah ketiga merupakan kelas menengah dengan pengeluaran sebesar  US$10-20 per kapita per hari.

Pertumbuhan kelas menengah yang terus meningkat di dalam negeri merupakan salah satu tumbuhnya perekonomian negara. Peningkatan jumlah kelas menengah mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia yang semakin stabil yang juga diuntungkan dengan menguatnya sejumlah tren lain.

Pertumbuhan kelas menengah terbukti mendongkrak konsumsi dalam negeri yang pada giliran selanjutnya menjaga pertumbuhan ekonomi di atas level 6 persen. Keberadaan kelas menengah dalam jumlah besar jelas sangat menguntungkan bagi pemerintah.

Salah satu keuntungan yang dapat diterima pemerintah ialah berkurangnya anggaran untuk subsidi. Logikanya kelas menengah tidak lagi memerlukan subsidi. Selain itu, pertumbuhan kelas menengah secara masif juga akan menguntungkan pemerintah dari sisi penerimaan pajak sebab wajib pajak akan bertambah. Penerimaan sektor pajak ini dapat digunakan pemerintah infrastruktur, fasilitas pendidikan, layanan kesehatan, dan lain-lain.

Singkat kata, pertumbuhan kelas menengah dalam beberapa tahun terakhir telah membawa berkah tersendiri bagi Indonesia. Pertumbuhan kelas menengah secara masif telah berkontribusi bagi pertumbuhan positif perekeonomian Indonesia sehingga menjadi negara dengan prospek ekonomi sangat cerah.(*)

Komentar Anda

comments