Mengenal Rambutan Khas Asal Tangerang

Tangerang, PalapaNewscom- Masyarakat luas, mayoritas menjawab rambutan cipelat dan rambutan rapiah jika ditanya soal rambutan apa yang menjadi favoritnya. Tapi, rambutan cipelat juga ternyata punya saingan. Rambutan parakan namanya. Rambutan bernama latin nephelium lappaeum, ini merupakan tumbuhan endemis khas Tangerang dan hanya ditemukan di kawasan Pagedangan, Legok dan Cisauk, Kabupaten Tangerang.

Ternyata, rambutan yang dikenal memiliki buah berwarna putih, kenyal, ngelotok dan berasa manis, ini juga punya kelebihan lain, yakni telah dinyatakan sebagai varietas unggul oleh Kementrian Pertanian melalui Keputusan Menteri Pertanian no. 518Kpts/PD.210/10/2003.

Di kawasan Pagedangan, salah seorang pembudidaya rambutan parakan. Mad Urip namanya. Ia mengembangkan varietas unggulan ini di lahan miliknya sendiri yang didapatnya dari orangtuanya. Kebetulan, orangtuanya juga merupakan pekebun rambutan parakan.

Mencari rambutan parakan yang manis, berbuah padat, tebal serta sedikit kandungan air ini semakin sulit dilakukan. Bahkan, di kawasan penghasil rambutan parakan itu sendiri, yakni di daerah Parung Panjang, Rumpin Kabupaten Bogor hingga Legok, Cisauk, Pagedangan Kabupaten Tangerang sekalipun.

Dijelaskan Mad Urip, selama puluhan tahun, setidaknya hingga tahun 1990-an, pepohonan rambutan parakan yang besar, rindang, berhiaskan buah-buah berwarna merah tua, masih tegak memenuhi ratusan hektar lahan di beberapa kawasan penghasil di atas. Bahkan di tiap pekarangan rumah warga, juga masih banyak ditemukan ketika itu.

Namun saat ini, setelah pengembang-pengembang perumahan elit melebarkan sayapnya dan semakin sedikitnya lahan yang dimiliki warga setempat, menyebabkan semakin sulit mengembangkan penanaman pohon rambutan parakan itu. Alhasil, perkembangan rambutan parakan mengalami penurunan pertumbuhan yang sangat drastis. Apalagi, produktivitasnya cukup rendah. Per pohonnya kurang lebih dapatmenghasilkan 1200 – 2000 buah pertahun atau sekitar 40 – 68 Kilogram per tahun. Ini mengakibatkan rambutan parakan ini semakin sulit dicari.

“Penurunan drastis dalam perkembangan rambutan parakan ini disebabkan banyak faktor, satu di antaranya dikarenakan hanya tersisa 20 persen lahan yang masih dimiliki masyarakat, selebihnya sudah dikuasai pengembang perumahan. Dan, perkembangan rambutan parakan tidak mengalami progres apapun, hanya mempertahankan yang ada saja,” katanya.

Padahal, membudidayakan rambutan satu  ini diakui Mad Urip cukup mudah dan sangat cocok ditanam di wilayah Tangerang. Rambutan parakan, dapat tumbuh di dataran rendah hingga ketinggian 500 meter di atas permukaan laut (dpl) dengan curah hujan 1.500-3.000 mm per tahun dan suhu udara antara 22 sampai 35 derajat celcius. “Ini merupakan karakteristik wilayah Tangerang. Jadi sangat cocok ditanam di kawasan Tangerang. Tinggal bagaimana kemauan masyarakat untuk membudidayakannya,” kata Mad Urip.

Masalah pemeliharaan pun cukup mudah. Pemeliharaan tanaman yang penting adalah membersihkan kebun dari gulma dan memangkas tunas-tunas liar/tunas air yang muncul. “Cuma itu saja. Tapi kadang banyak hama juga. Itu yang harus kita waspadai,” ujarnya.

Memang diketahui, rambutan parakan ini kerap kali diterjang hama. Biasanya, hama yang menyerang yakni lalat daun Tarsolepis sommeri. Efeknya, merusak bunga dan daun yang baru trubus, terutama saat musim kemarau menjelang musim hujan. Selain itu, ada juga kutu putih Pseudococcus lilacinus yang sering menyelinap di antara bulu buah rambutan sehingga buah tampak kotor hitam.

Untuk mengatasinya, bisa dilakukan dengan melakukan penyemprotan menggunakan insektisida. Namun, penyemprotan insektisida saat buah mendekati merah (matang) sangat berbahaya karena mengakibatkan residu. Penyakit lain yang biasa mengancam akar tanaman adalah cendawan putih Armilaria sp., busuk akar Phytophthora parasitica, dan busuk cokelat leher batang Fusarium sp. Penyakit ini dapat diatasi dengan aerasi yang baik atau disiram Benlate 0,3%. Cendawan yang biasa menyerang batang adalah busuk cokelat batang Cortisium salmonicolor yang dapat ditularkan melalui angin dan alat-alat pertanian. Penyakit jamur upas ini dapat diatasi dengan jalan mengolesi bagian yang sakit dengan lisol.

Lantas, bagaimana perkembangan pemasaran rambutan parakan ini di masyarakat? Mad Urip mengaku selalu memasarkan rambutan miliknya kepada tengkulak yang selalu datang ke perkebunan miliknya. Biasanya para tengkulak memborong rambutan per pohon yang dihargai kurang lebih Rp 600 ribu hingga Rp 1 juta, melihat banyak tidaknya buah rambutan yang dipanen.

“Para tengkulak selalu datang saat panen tiba, untuk memborong rambutan dari petani-petani di kawasan ini,” ujarnya.

Pemasaran lainnya, lanjut Mad Urip, sebagian kecil dipasarkan sendiri di pinggir jalan dan di warung-warung, sebagian lagi dibawa pemborong melalui tengkulak untuk dipasarkan di supermarket-supermarket di Jabodetabek dan sebagian lagi dijadikan makanan kaleng.

Terkait prospek pemasaran, sejauh ini tidak mengalami perkembangan di sisi produsen. Sementara permintaan dari konsumen tetap banyak. Oleh sebab itu dibutuhkan pihak ketiga yang mau serius untuk kembali membudidayakan rambutan parakan ini. “Pemerintah juga harus aktif melakukan pembinaan atau permodalan kepada masyarakat yang mau membudidayakan rambutan parakan ini. Kenapa? Karena rambutan ini merupakan ciri khas Tangerang, sangat sayang jika sampai punah varietasnya,” tandasnya.(fit)

Komentar Anda

comments