Presiden Susilo Bambang Yudhoyon (SBY) beberapa waktu lalu, membuka acara Indonesia Investment Day (IID) di New York Stock Exchange (NYSE). Dalam sambutannya, Yudhoyono menyampaikan pandangan terkait kebangkitan ekonomi Indonesia sebagai Asia’s New Economic Power House dan langkah-langkah pemerintah dalam menjaga keberlanjutan pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
Dalam acara yang di prakarsai Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN), sekaligus moment berharga bagi pemerintah Indonesia untuk mempromosikan iklim bisnis dan peluang investasi di Indonesia kepada para pebisnis AS.
Yudhoyono dalam forum IID secara tegas, mengajak pengusaha dari tanah Paman Sam untuk berinvestasi, target investasi yang ditawarkan hingga 2014 mencapai USD 5 miliar. Rencananya proyek yang didengungkankan dalam forum IID ini, di kemas dalam bentuk kerja sama pengembangan sektor industri dalam mendukung proyek MP3EI. Dalam pidatonya SBY menyampaikan kebijakan pembangunan Indonesia yang selalu menekankan pada empat hal, yaitu pro growth, pro job, pro poor, dan pro environment.
Upaya pemerintah dalam menarik simpatik investor, sebelumnya sudah disampaikan dalam forum APEC. Saat itu, Presiden RI mengajak para pebisnis Asia Pasifik untuk masuk ke dalam proyek MP3EI yang tengah digiatkan pemerintah hingga 2025. Proyek ini diproyeksikan membutuhkan investasi senilai US$ 500 miliar baik dari investasi domestik maupun asing.
Selain mempromosikan MP3EI, dalam forum IID dibahas peluang kerja sama di bidang perekonomian, bisnis, yang termasuk di dalamnya adalah investasi antara Indonesia dengan mitra-mitra di luar negeri. Berdasarkan bahan Indonesia Investment Day, Indonesia berencana membangun 20.000 Km jalan untuk 5 tahun kedepan, 15.000 MW pembangkit listrik, kilang minyak, pelabuhan, dan infrastruktur lainnya. Diperkirakan total dana yang dibutuhkan mencapai US$ 160 miliar, diperkirakan sekitar US$ 60 miliar akan didanai dari swasta.
Penilaian penulis, peluang Indonesia untuk menarik investor asing memang cukup besar. Realisasinya dapat terlihat dari kondisi ekonomi nasional yang tetap stabil dan mampu bertahan dari terpaan krisis global, menyebabkan banyak investor yang merelokasi investasinya ke negara yang memiliki ekonomi stabil.
Daya tarik ini diperkuat posisi tawar Indonesia yang menempati urutan kedua terbaik di G20 dengan pertumbuhan 6,4%. Apa lagi secara keseluruhan, perkiraan pertumbuhan GDP di Asia pada 2012 menurun sebesar 0,2 persen dari tahun sebelumnya 7,9 persen menjadi 7,7 persen.
Asia Development Bank dalam laporannya meramalkan bahwa pada 2050 total GDP ekonomi Asia akan meningkat dari US$16 miliar pada 2010 menjadi US$148 miliar pada 2050. Dari data tersebut, sekitar dua juta orang akan bergabung menjadi kelas menengah dan 90%. Dari pertumbuhan itu akan disumbangkan oleh negara yang berjuluk Asia 7 dimana Indonesia menjadi salah satunya.
Untuk ukuran Indonesia dengan ekonomi US$ 850 ribu, pertumbuhan 6,4% tergolong tinggi, bahkan pencapaian ini merupakan pencapaian tertinggi sejak negara ini berdiri. Merujuk laporan yang disampaikan Asian Development Outlook Edisi Juli 2012, menunjukan perekonomian nasional semakin menunjukan tren positif. Negara kepulauan ini diyakini bakal bersinar kendati krisis ekonomi dunia tengah menghantam.
Meningkatnya peran Indonesia dalam ekonomi dunia juga diakui oleh Nouriel Roubini, Chairman & Co-Founder Roubini Global Economics, yang menjadi keynote speaker dalam acara ini. Semakin membaiknya ekonomi dalam negeri ini, diperkirakan Indonesia akan menambah 90 juta orang ke dalam kelas konsumen.
Menyikapi perbaikan ini, lembaga konsultan McKinsey Global Insitute (MGI) menilai, kelas konsumen di negara ini, mampu mendorong perekonomian Indonesia mengalahkan Jerman dan Inggris yang berada di 10 besar dunia pada tahun 2033 mendatang.
Chairman MGI Raoul Oberman menempatkan perekonomian Indonesia diurutan ke 16 untuk kategori ekonomi terbesar di dunia. Dengan mengkategorikan kelas konsumen sebagai penduduk dengan pendapatan per kapita lebih besar atau sama dengan US $ 3.600 pertahun.
Dalam laporan McKinsey berjudul The Archipelago Economy: Unleasing Indonesia’s Potential, kelas konsumen Indonesia diperkirakan tumbuh menjadi 135 juta orang ditahun 2030 dari 45 juta orang tahun 2010.
Pertumbuhan kelas konsumen ini, nantinya akan lebih tinggi dari negara mana pun di dunia, Kecuali China dan India. Kenyataan ini penilaian penulis, sebuah sinyal yang kuat bagi pelaku bisnis dan investor internasional khususnya dari Amerika Serikat untuk menanamkan investasi di Indonesia.
Keberadaan Indonesia saat ini penilaian penulis, cukup diperhitungkan oleh dunia internasional, terutama kalangan pebisnis dalam iklim investasi. Penilaian ini, berdasarkan pertumbuhan ekonomi nasional yang berpotensi mengalami akselerasi di saat sebagian besar negara dunia mengalami pertumbuhan ekonomi yang cenderung negatif, serta sederet prestasi Indonesia dalam forum internasional.
Pada akhirnya, penulis menyimpulkan langkah Yudhoyono meyakinkan pelaku bursa New York, merupakan langkah tepat dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional. Apa lagi secara massif investor telah berkontribusi bagi pertumbuhan positif perekonomian nasional. Penyampaian ajakan pemerintah Indonesia dalam forum IID, sekaligus upaya pemerintah dalam mempertahankan dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional.
Dalam akselerasi menggenjot pertumbuhan investasi, diperlukan perbaikan infrastruktur. Seperti penulis ketahui, untuk menggiatkan iklim investasi perlu menyediakan serta perbaikan sarana dan prasarana yang bertujuan untuk menarik minat investor di tengah krisis dunia yang berkepanjangan. Dengan adanya pembangunan, ini setidaknya menambah daya tarik tersendiri bagi investor khususnya dari Amerika Serikat, untuk memanamkan modalnya di Indonesia.(***)