Anak Wagub Banten Diancam 20 Tahun Bui

Raka (kiri) saat hadir di persidangan.

TANGERANG– Sidang perdana anak angkat Wakil Gubernur Banten Rano Karno, Raka Widyarma (22), mulai digelar di PN Tangerang, Selasa (03/07/2012). Raka, terdakwa kasus pemesanan lima butir ekstasi, diancam tiga pasal berlapis, yakni pasal 114, pasal 113 dan pasal 127 UU 35/2009 tentang Narkotika.

Dalam persidangan tersebut, Raka yang ditangkap di kediaman teman wanitanya, Karina Aditya (21), juga kedapatan memesan ekstasi seberat 1,3 gram tersebut dengan cara dicicil pembayarannya sebanyak tiga kali. Pembayaran pertama sebesar Rp 600 ribu, kedua Rp 100 ribu, dan ketiga Rp 260 ribu.

“Semua pembayarannya dilakukan dengan cara ditransfer kepada Jimos (warga Malaysia , masih buron), dengan total Rp960 ribu,” kata Syamsuardi, Ketua Jaksa Penuntut Umum (JPU), dalam persidangan, beragendakan pembacaan tuntutan.

Keterangan JPU di persidangan juga menyatakan, terdakwa awalnya mengenal Jimos di Malaysia saat libur keluarga. Dari sana , keduanya pun saling bertukar nomor telepon dan mulai melakukan transaksi.

“Semula Jimos menawarkan 50 butir ekstasi, namun terdakwa menyanggupi hanya 5 butir. Transaksi pun dilakukan dan dikirimkan ektasi itu. Namun ketahuan oleh petugas bea dan cukai,” bebernya.

Putri Ayu, JPU lainnya dalam persidangan menyatakan, akibat perbuatannya melawan hukum, Raka terancam sejumlah Pasal UU 35/2009 tentang Narkotika. Antara lain, dakwaan primer pertama, yakni pasal 114 ayat 1, junto pasal 132 ayat 1 UU 35/2009, dan subsider pertama pasal 113 ayat 1 junto 132 ayat 1, serta lebih subsider pasal 112 junto pasal 132, ayat 1, atau subsider kedua 127 ayat 1 huruf A.

“Sanksi pidana ada maksimal dan minimal, maksimal bisa 20 tahun penjara,” jelasnya.

Menanggapi itu, Penasihat Hukum Raka Widyarma, Budi Iskandar menyatakan tidak keberatan atas pasal yang dikenakan kepada terdakwa. Hanya saja, pihaknya meminta kepada majelis hakim yang terdiri dari Dehel K Sandan (ketua), Sterry M. Rantung, dan Pudji Tri Rahadi untuk memberikan penangguhan penahanan karena kondisi terdakwa.

“Ini ada surat dari BNN (Badan Narkotika Nasional) khusus untuk Kejaksaan, Pengadilan dan Kepolisian soal putusan kondisi Raka. Kami akan sampaikan kepada hakim,” pinta Budi yang langsung ditolak Ketua Hakim Dehel K Sandan. Sebab, menurut Dahel, surat yang ditujukan kepada lembaga harus melalui mekanisme langsung ke bagian umum.

Mendapat penolakan itu, Budi tidak menyerah, dia pun memberikan surat khusus lainnya kepada hakim yang isinya permintaan agar Raka dipindahkan ke panti rehabilitasi, dengan alasan kondisi Raka yang selain pencandu juga butuh pengobatan.

“Surat dari BNN akan kami sampaikan langsung ke lembaga, tapi ini ada permintaan kami (Penasihat Hukum) agar terdakwa dipindahkan ke RSKO (Rumah Sakit Ketergantungan Obat),” kata Budi sambil memberikan surat tersebut kepada hakim.

Dahel yang menerima surat itu pun langsung membukanya di persidangan. Namun, pihaknya tidak bisa memutuskan apapun permintaan dari penasihat hukum sampai dibahas di internal PN Tangerang. “ Surat ini kami terima. Tapi kami tidak bisa memutuskan saat ini,” singkat Dahel.

Selanjutnya, Dahel pun menutup persidangan, untuk kemudian dibuka kembali pada Selasa (10/07/2012), pekan depan dengan agenda keterangan saksi-saksi. “Baiklah sidang kami tutup, dan kami minta pekan depan JPU kembali hadirkan terdakwa serta saksi-saksinya untuk meberikan keterangan di muka persidangan,” tandasnya.

Dalam sidang kali itu, majelis hakim juga menggelar perkara teman wanita Raka Widyarma, yakni Karina Aditya, dengan dakwaan yang sama. Kelanjutan sidang Karina yang ditangkap bersamaan dengan Raka di kediamannya, di Jalan Kurcica Raya, Bintaro, juga akan disidangkan pada pekan depan. (nai)

Komentar Anda

comments